Pojok Cyber, Jakarta - Rizal
Ramli, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman meminta pengkajian ulang atas penerapan
sistem token pulsa listrik, mengingat ketersediaan yang minim dan harga yang dirasa
lebih mahal karena adanya biaya administrasi.
Pada rapat koordinasi tentang listrik di
Kantor Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin (7/9/2015), Rizal mengilustrasikan banyaknya
keluarga di Indonesia yang masih memiliki anak yang harus belajar pukul 20.00, tetapi
tiba-tiba listrik padam karena pulsa listrik habis dan keluarga tersebut kesulitan
mencari pulsa listrik.
Rizal Ramli, Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya (Sumber: Republika Online/Tahta Aidilla) |
“Masalah kedua, saat mereka beli pulsa Rp 100
ribu, listriknya hanya Rp 73 ribu. Kejam sekali itu 27 persen disedot oleh
provider yang setengah mafia," katanya (7/9).
Rizal menilai, dibandingkan dengan pulsa
telepon seluler yang sudah tersedia di mana-mana dan biaya administrasi yang
tidak mahal, pulsa listrik dinilai benar-benar telah dimonopoli. "Kalau
pulsa telepon, kita beli Rp 100 ribu, kita bayar Rp 95 ribu, itu uang muka kita
istilahnya," katanya.
Lebih lanjut Rizal memaparkan bahwa rakyat
diwajibkan menggunakan token pulsa listrik karena adanya monopoli di perusahaan
listrik itu pada masa lalu. Untuk itu dia meminta jangan sampai ada lagi
monopoli sistem tarif listrik. Rizal juga meminta agar biaya administrasi pulsa
listrik maksimal hanya Rp 5.000 sehingga tidak memberatkan rakyat.
"Kami minta, pertama tidak boleh ada
monopoli, jadi rakyat harus punya dua pilihan yaitu mau ikut meteran atau
pulsa. Kedua, kalau pulsa Rp 100 ribu, maksimal biaya (administrasi) adalah Rp
5.000 sehingga dia membayar listrik Rp 95 ribu. Kami mohon ini segera
dilakukan," katanya.
Menanggapi permintaan Rizal, Direktur Utama
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basyir mengatakan, pihaknya akan
mengkaji penerapan sistem token pulsa untuk pembelian listrik itu.
Menurut Sofyan Basyir, warga kurang mampu yang
membeli token pulsa listrik memang lebih banyak terkena biaya administrasi
ketimbang pulsa listriknya sendiri.
"Masyarakat yang miskin sekali ini,
untuk bayar yang Rp 100 ribu, mereka bisa bayar dua tiga kali. Misalnya, dia
beli Rp 30 ribu, beli lagi Rp 20 ribu sehingga kadang-kadang harga pulsa
sendiri termakan dengan biaya administrasi," katanya.
Atas pertimbangan tersebut, Sofyan mengatakan
pihaknya akan mengkaji penerapan sistem token pulsa listrik. "Kami akan
lakukan kajian dengan Menteri ESDM (Sudirman Said) juga dan saya pikir ini hal
yang sangat urgent untuk kita antisipasi. Beban masyarakat akan semakin lebih
ringan," katanya.
Sumber: Republika
Online
Tags
Tech-News
Pak koordinator kejar trs mafianya n itu nmnya bersenang senang diatas penderitaan org2 yg Tak berdaya mhn pak selesaikan lbh cepat lbh baik slg bpk punya kapasitas n rakyat sll obyek penderitaan kebijaksaan yg Sm skl tdk ada keadilan
ReplyDelete,pak ktnya republik lndonesia ini, Sdh merdeka ttp para pembuat kebijaksaan msh jd penjajah? Mhn secepat mungk ini diselesaikan kalo ada niat kerja demi kepentingan rakyat kami nyakin , sehari saja pasti bisa selesai pakai kerja keroyokan ....